Jumat, 16 September 2011

Woman's Leadership - What ?


Hari ini, Saya mulai sebuah babak baru tentang perjalanan wanita dengan kepemimpinan yang dimilikinya. Langkah pertama diawali dengan sebuah pertanyaan  singkat   : “ What ?? “  atau APA ??. Apa untuk pemahaman tentang kepemimpinan / leadership itu sendiri dan Apa tentang wanita dan kepemimpinan.
Baiklah, Apa itu kepemimpinan ?? Sebuah kata yg didasari oleh kata " Pemimpin ". Barangkali dari penggalan kata ini membuat kita seringkali terjebak bahwa kepemimpinan berarti seseorang dengan gaya kepemimpinannya ketika dia menjadi pemimpin atau ketika dia sedang memimpin. Benarkah seperti itu pemahamannya ??
Mari kita lihat lebih jelas makna Kepemimpinan itu sendiri. Seringkali kita mendengar pernyataan bahwa " Leadership is an Action not a Position '. Yang artinya kepemimpinan adalah sebuah tindakan / perilaku dan bukan sebuah posisi / jabatan. Dari pernyataan ini, tampak bahwa setiap manusia sebenarnya secara lahiriah terlahir sebagai seorang pemimpin, bukan karena posisi yg menempatkannya menjadi seorang pemimpin. Setiap diri kita paling tidak adalah pemimpin yang bertanggung jawab terhadap dirimya sendiri. Sementara itu tanggung jawab adalah sebuah wujud dari perilaku / tindakan manusia atas segala hal yang dikerjakan / dilakukan oleh dirinya untuk mencapai suatu tujuan dalam hidupnya.
Dengan demikian, saya rasa kita sudah mulai mengurai satu per satu dengan nyata bahwa Pemimpin adalah Saya, Anda, Manusia yang bernyawa dan bertanggung jawab atas segala perbuatannya selama hidup. Artinya, manusia adalah dirinya dengan kepemimpinan yg melekat dalam kesehariannya bertingkah laku. Persoalannya sekarang, apakah setiap dari kita sudah benar-benar memahami arti diri menjadi pemimpin yang memiliki kepemimpinan ??
Karena untuk bisa menyadari diri menjadi pemimpin, maka ada 3 proses yang perlu dilakukan yaitu :
1.      SELF UNDERSTANDING
Ini adalah proses dimana kita sebagai manusia harus bisa memahami dirinya sendiri dan menyadari siapa diri kita sebenarnya. Pemahaman ini akan melahirkan kesadaran bahwa hidup yg kita miliki sekarang ini hanya bersifat sementara. Jika kita benar-benar mampu memahami kodrat kehidupan kita sebagai manusia, pertanyaan mendasar dari dalam diri adalah : Siapa Saya dan Bagaimana Saya hidup ? Dua pertanyaan yg sepertinya sangat sederhana tetapi bisa jadi kita kesulitan untuk membuat jawabannya. Bagaimana itu bisa terjadi ? karena seringkali manusia terjebak dengan Image yang melekat pada dirinya, sehingga apa yg dilakukannya bukan real / nyata yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya untuk dilakukan. Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk melakukan Self understanding ini ? Sederhana saja caranya, yaitu ketika kita mau jujur dengan diri kita sendiri, ketika kita mau meminta kepada Sang Pencipta untuk meluaskan kecukupan bagi diri kita atau dengan kata lain ketika kita mau menempatkan diri untuk menjadi manusia yg penuh dengan kebersyukuran.
 
2.      SELF AWARENESS
Sadar akan perasaan sendiri. Artinya, kita sebagai individu pada dasarnya memiliki Emotional Literacy, yaitu kemampuan mengenali & mengidentifikasi perasaan apapun yg sedang kita rasakan. Ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional ( EQ ) yg dimiliki oleh setiap orang, dimana kita dituntut untuk bisa membedakan hasil dari sebuah perasaan, pikiran dan apa yg sebenarnya diinginkan oleh diri kita sendiri. Bisa terwujud ketika kita mau berdialog secara lebih dekat dengan diri sendiri dan ketika kita mengijinkan diri ini untuk menguasai perasaan dan pikirannya. Barangkali masih banyak diantara kita yg terjebak dengan hasil dari pikiran maupun perasaan yg ada pada diri kita. Padahal,  perasaan & pikiran itu sangat buruk dampaknya ketika kita tidak bisa mengendalikannya. Karena pikiran / perasaan selalu ingin mendelete, mendistorsi dan mengeneralisir semua fakta  yg ada. Jika kita tidak memahami cara kerja dari pikiran yg akhirnya berdampak pada perasaan, seringkali kita menjadi budak dari pikiran & perasaan kita sendiri.
 
3.      SELF CONTROL

Sadar sepenuhnya akan apa yg dilakukan ( kita sebut dengan istilah Penguasaan Diri ), yaitu hasil dari emotional quotient yg tinggi. Dalam hal ini kita sebagai pemimpin sadar bahwa kita tidak bisa mengendalikan setiap stimulus yg masuk ke dalam kehidupan kita, namun kita dapat mengendalikan respon apa yg akan kita berikan untuk setiap stimulus tersebut. Ilustrasinya seperti ini : ada seorang supir taksi yg sedang membawa penumpangnya melintasi sebuah jalan protokol di kawasan sudirman, tiba-tiba, ada sebuah mobil Aplhard nyaris menyerempetnya. Dan ketika itu juga, seorang pria dengan pakaian Safari membuka kaca jendela mobil dan melihat ke supir taksi sambil mengacungkan tangannya dan mengucapkan kata-kata kasar. Lantas apa yg dilakukan oleh supir taksi ini ? Dia hanya melambaikan tangannya dan memberikan senyuman kepada pria yg di mobil Alphard tadi. Si penumpang yg melihat kejadian tersebut merasa aneh dan sambil menahan emosi kesalnya karena sikap pria di mobil Alphard, ia bertanya kepada supir taksi. “ Pak, orang itu nyaris membuat kita celaka, tapi malah dia yg marah & mengucapkan kata-kata kasar kepada Bapak, tapi mengapa Bapak hanya melambaikan tangan dan malah memberikan senyum kepada orang itu ? “ Apa yg dikatakan oleh bapak supir taksi atas pertanyaan si penumpang ini ?? Inilah kata-kata seorang pemimpin dengan kepemimpinan yg dimilikinya. Bapak Supir Taksi mengatakan bahwa siapapun kita setiap harinya membawa keranjang sampahnya masing-masing dalam perjalanannya untuk siap dibuang kapan saja. “ Saya sudah membawa keranjang sampah saya sendiri, jadi untuk apa saya mengambil sampah orang lain yg hanya akan membuat keranjang sampah saya semakin penuh “. Insight dari cerita ini adalah : kita tidak bisa mengontrol apapun yg akan terjadi dalam hidup kita, tetapi kita bisa mengontrol respon dari sikap kita dalam menerima semua situasi yg terjadi pada diri kita.

Selanjutnya, mari kita mulai pemahaman tentang  Wanita dan Kepemimpinannya. Menurut Hennig & Jardim dalam buku “ The Managerial Woman “, kebanyakan wanita melihat dirinya sebagai seseorang yg penuh keraguan, bingung akan tujuan-tujuannya dalam hidup, menunggu untuk dipilih atau disadari keberadaannya oleh kaum pria. Wanita dikenal sebagai makhluk yg tidak suka mengambil resiko dan menjadi gelisah dalam situasi dimana mereka tidak mengetahui banyak hal. Jika demikian Apakah bisa wanita menjadi pemimpin ??

Jika pemahaman yg terjadi bahwa Kepemimpinan adalah Posisi bukan Tindakan / Perilaku, maka sangat besar kemungkinannya wanita tidak mampu menjadi pemimpin dengan semua sifat-sifat yg bertentangan dengan sifat yg seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Namun bila kita simak  hasil temuan dari para peneliti, diketahui bahwa para wanita yg suka memimpin tidak menganggap diri mereka sebagai wanita & berbeda. Tetapi mereka melihat diri mereka sebagai manusia dimana pola pikir mereka, begitu juga kemampuan mereka, memampukan mereka untuk menjadi pemimpin yg berorientasi untuk bersaing dan menyelesaikan tugas.

Wanita yang sadar akan kelebihan yang dianugerahkan Tuhan dalam dirinya, cenderung memiliki motivasi belajar yg tinggi untuk lebih memperkuat kepribadian yg dimilikinya. Mereka sanggup mengesampingkan emosi pada situasi yg membutuhkan penilaian secara objektif. Bukannya tidak emosional, tapi wanita menjadi semakin cerdas karena memahami diri dan mengendalikan perasaan mereka. Hal ini berarti wanita akan lebih bisa melalui 3 proses pemahaman untuk menjadi pemimpin dan memiliki kepemimpinan dengan lebih cepat dan cermat. Sebagai makhluk yg paling istimewa di muka bumi ini, wanita memiliki kekuatan melalui hati nuraninya yg tidak dimiliki oleh kaum pria. Wanita selalu identik dengan perilakunya yang lemah lembut, peduli dan tegar dalam menghadapi setiap persoalan hidup.

Wanita dan kepemimpinan adalah kolaborasi sempurna antara harkat dan martabat, bukan hanya posisinya yang dimuliakan melainkan juga tindakan nyatanya dalam ketulusan memperkuat diri dan keberadaannya sebagai symbol keagungan Penciptanya.

1 komentar: